Mahar

Yeahuuuu!!! After a long contemplation, I we (gee... it is really hard to change the word "I" to "we" from my vocabulary) came into an agreement on determining the Mahar!

Kenapa bukan Logam Mulia?
Karena harga emas yang secara konstan pasti menanjak dan norma-norma yang meng-sebaiknyajangan-kan penjualan mas kawin. Bener deh, kalau nantinya 1 gram emas itu jadi 200 juta misalnya dan ada lempengan nganggur dilemari tanpa bisa diberdayakan karena nggak bisa sayang dijual.. Manyun awakkk!

Kenapa bukan seperangkat alat sholat?
Karena katanya mahar itu harus yang punya economical value. Jadi kalo Tumbe (awas kamu yah!!) menelantarkan si Jeng, mas kawinnya bisa dijokulll!

Kenapa bukan mahar lucu2?

The Box

Karena mahalll bookkk ngehiasnya...
Untuk gambar diatas ongkos hias: Rp. 750.000,- nominal uang di dalemnya: sembilan belas ribu delapan ratus duapuluh balbalbalbal (sesuai tanggal kawin). Economical value: ah well, let's talk about emotional value deh kalo yg begini. And Jeng Cikim is certainly not an emotional one! Haha. But if one of u willing to have this kinda mahar, go check The Box at Cilandak. They are the best! Jangan harap dapet mahar dilipit2 jadi kipas, or angsa, or mesjid, or other tacky stuffs. :)

So, I agree with Carol Channings, "Diamonds Are a Girl's Best Friend".
It has the economical yet the aesthetic value, well at least bisa dipake pesta. Ya gak ya gak ya gak? *pelit tak mau beli sendiri

Jadilah wiken melancong ke Melawai. Kebetulan ada sodara yang buka toko emas. Asiiikkk.. Tumbe agak manyun denger harga2nya. Karena cincin tunangan yang doi beli di Benteng dulu kemahalan.. Hihihih.

Tumbe playing with his new toy. Examining diamonds' tai lalat..

After the collector role Tumbe was playing in front of the Mas2 Toko Mas, on the way home, pufff.. Tumbe came up with a question: "Emang itu tadi bisa dijadiin mas kawin? Bukannya kalo mas kawin kamu maunya emas?".. Ngaahh Tumbeeeee.. aku pikir kamu ngerti dari tadiii.. *GARUUUKKK!!!!